Langsung ke konten utama

Kritik Seni : Lukisan Berburu Celeng

Lukisan Berburu Celeng 
karya Djoko Pekik


Deskripsi Karya
Medium lukisan Djoko Pekik adalah cat minyak yang dikerjakan diatas kanvas. Lukisan tersebut menampilkan seekor celeng raksasa, hitam, denganbadan terbalik, diikat pada seilah bambu yang digotong oleh dua lelaki busung lapar. Digambarkan juga kegembiraan rakyat dengan mengangkat dan mengepalkan tangan, ada penari (bentuk kesenian rakyat dari berbagai eleman masyarakat), dan juga raut – raut bahagia dari ekspresi rakyat. Kerumunan rakyat menyembut tertangkapnya celeng itu dengan pesta ria dan suka cita. Unsur warna yang terdapat pada subject matter adalah : warna hitam pada celeng, warna coklat – hitam pada dua leleaki busung lapar, warna hitam – putih – merah – coklat – biru pada kerumunan rakyat yang bahagia, selanjutnya dominan warna coklat pada kepala – kepala rakyat yang di belakang. Terlihat pada lukisan latar dari kejadian penangkapan celeng ini seperti di dalam stadion atau aula yang besar (out door) dengan memakai warna hitam, putih dan abu-abu.
Analisis Formal
Lukisan Djoko Pekik yang berjudul “Berburu Celeng” ini terdiri dari garis – garis kontur yang jelas pada setiap subjek. Menggunakan warna yang sedikit suram seperti hitam, coklat, abu-abu, sehingga hasilnya seperti memiliki cerita kegembiraan bersejarah di masa lampau. Dalam lukisan tersebut dilukiskan penangkapan raja celeng gemuk ditengah kerumunan manusia, tokoh celeng sebagai subjek utama. Djoko Pekik memakai metafora binatang sebagai bahasa ungkap dalam karya seninya. Lukisan ini tidak menampilkan bentuk manusia ataupun celeng dalam bentuk yang realitis, namun sudah dideformasi sedemikian rupa.
Kenapa harus celeng? Disana digambarkan pada lukisan “Berburu Celeng” yang dibuat pada tahun 1998, seekor celeng yang diikat dengan sebuah pemikul yang diarak masa. Dikelilingi oleh masa atau rakyat yang menyambutnya dengan eufhoria seperti karnaval dengan aneka penampilan dan ekspresi. Semuanya seakan meneriaki, menghujat, mencemooh dan celeng terlihat tak berdaya dan pupus. Bisa jadi celeng itu mati, celeng yang mati pada tahun 1998.
Lukisan tersebut memiliki peranan yang jelas, tergambar jelas apa yang terjadi pada tahun 1998. Bentuk celeng yang bulat, besar, dan menjijikkan dengan memakai warna hitam, kemudian duan lelaki busung lapar dengan goresan – goresan lekuk bentuk badan yang terlihat tulang – tulangnya, kering, agak sedikit membungkuk, memakai pakaian seadanya, serta bambu atau pemikul yang dipakai untuk mengangkat celeng digambarkan melengkung berwarna coklat – abu-abu. Terdapat juga masa atau rakyat dengan berbegai ekspresi, dengan tangal ketas, mengepal, menari, jari – jari mereka tajam seperti ingin mencabik sang celeng tersebut. Warna – warna pada kerumusan masa ini dominan coklat sehingga fokusnya tertuju pada arak – arakkan celeng.
Interpretasi
Dalam karya tersebut seniman ingin menampilkan tumbangnya kekuasaan sang raja celeng. Ternyata lukisan itu bagaikan ramalan carut – marut dan kecemasan bangsa pada bangsa zaman sekarang. Lukisan yang dibuat setelah kejatuhan Orde Baru, konteksnya fajar merekahnya era reformasi. Disana digambarkan pada lukisan “Berburu Celeng” yang dibuat pada tahun 1998, seekor celeng yang diikat dengan sebuah pemikul yang diarak masa. Dikelilingi oleh masa atau rakyat yang menyambutnya dengan eufhoria seperti karnaval dengan aneka penampilan dan ekspresi. Semuanya seakan meneriaki, menghujat, mencemooh dan celeng terlihat tak berdaya dan pupus. Bisa jadi celeng itu mati, celeng yang mati pada tahun 1998.
Celeng adalah binatang sejenis babi hutan, mempunyai sifat buas, bagi petani termasuk musuh petani, karena binatang ini sering masuk  ke areal ladang atau sawah petani. Bagi sebagian besar para petani ketika mendengar kata “celeng” anggapan mereka tertuju pada sesuatu yang buruk, karena mereka mengenal celeng sebagai binatang pengrusak. Bahkan mereka mempunyai strata dalam umpatan, yang mana umpatan celeng terasa lebih keras, karena bagi mereka umpatan tersebut berbobot diatas umpatan asu karena celeng memiliki citra perusak sedangkan asu bagi mereka membantu dalam banyak hal seperti menjaga tanaman dari serangan celeng.
Penggambaran oleh Djoko Pekik dengan simbol celeng yang bertubuh tambun menyimbolkan kekayaan yang ada pada penguasa ini dan bisa jadi memang tubuh tambun tersebut dihasilkan dari makanan yang tidak seharusnya untuk perut celeng tersebut, tetapi mungkin sebenarnya untuk kepentingan orang banyak, yang dalam posisi ini sebagai korban dari ketamakan celeng ini. Celeng sebagai objek dalam lukisan merupakan perumpamaan yang tepat oleh Djoko Pekik terhadap penguasa Orde Baru, ini adalah hal – hal yang ia terima, nyata dalam perjalanannya pada masa Orde Baru ini, sesuatu yang menyakitkan hatinya. Kesewenang – wenangan yang terjadi pada penanganan anggota LEKRA, PKI dengan penanganan tumpas sampai akar. Sehingga Djoko Pekik termasuk orang yang mendapatkan hukuman selama tujuh tahun di penjara. Setelah keluar dari penjara juga tidak dengan mudah bagi Djoko Pekik untuk tinggal nyaman karena stigma negatif yang ia terima dimanapun dia berada. Sehingga penolakan demi penolakan terjadi pada karya Djoko Pekik oleh pengelola tempat pameran akibat stigma negatif yang dihembuskan oleh pihak Orde Baru. Stigma negatif tersebut tidak hanya dirasakan oleh Djoko tetapi juga pelukis – pelukis lain, karena eks-LEKRA. Sehingga luapan emosi yang Djoko Pekik pendam, mulai muncul pda tahun 1990-an. Atas ketertindasan yang dialaminya, sehingga mulai tahun 1996 mulailah ia melukis celeng.
Seniman pada masa orde baru ini mengungkapkan ekspresinya dengan metode simbol, namun bisa jadi Djoko Pekik memakai alasan ini sebagai bahan pertimbangan untuk mengungkapkan kekesalannya terhadap penguasa orde baru dengan simbolisasi celelng. Namun bisa jadi celeng disini merupakan umpatan, atas apa yang terjadi dengan dirinya yang ditujukan terhadap Penguasa Orde Baru.
Evaluasi
Karya seni lukis merupakan hasil kebudayaan, kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan, kerpercayaan, nilai – nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial; yang isinya adalah perangkat – perangkat model pengetahuan atau sistem – sistem makan yang terjalin secara menyelururuh dalam simbol - simbol yang ditransmisikan secara historis. Model – model pengetahuan ini digunakan masyarakat secara selektif untuk berkomunikasi, melestarikan dan menghubungkan pengetahuan, bersikap serta bertindak dalam menghadapi lingkungannya untuk memenuhi berbagai kebutuhannya.
Kebudayaan merupakan pedoman hidup yang berfungsi sebagai blueprint atau desain menyeluruh bagi kehidupan warga masyarakat pendukungnya; sebagai sistem simbol, pemberian makna, model kognitif yang ditransmisikan melalui kode – kode simbolik, dan juga merupakan strategi adaptif untuk melestarikan dan mengembangkan kehidupan dalam menyiasati lingkungan dan sumber daya alam sekelilingnya.

Penilaian secara umum pada lukisan karya Djoko Pekik tidak hanya pada hal yang nampak saja, melainkan pada tingkatan makna yang mendalam dan isi yang terkandung dan tersirat di dalam karya. Prosesnya juga tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena dalam berkarya seni Djoko Pekik mengemas segala pengalaman hidupnya, apa yang ia rasakan saat itu tahap demi tahap, bertahun – tahun dan apada akhirnya muncullah tokoh celeng pada tahun 1996. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sayur Lompong Grobogan dalam Sehelai Batik

Gambar 1 : Batik motif Jangan Lompong (dokumentasi Tiara 2018) Spesifikasi Karya  Judul : Motif Sayur Lompong  Ukuran : 2 x 1,5 meter  Media : kain primisima, remasol  Karya batik ini memiliki judul Sayur Lompong, berukuran : 2,00 m x 1,15 m, dengan media pewarna batik pada kain mori Primissima dan menggunakan teknik batik tulis. Batik Jangan lompong adalah motif batik yang terinspirasi dari kuliner khas Grobogan yaitu Jangan Lompong / sayur lompong, sayur lompong pada masa lalu dihidangkan dengan nasi jagung dan bothok yuyu. Karya ini merupakan stilasi dari bentuk sayuran lompong yang tertata dalam selembar kain. Penciptaan karya ini bertujuan untuk mengingat masa lalu dan juga masih bertahan sampai sekarang bahwa masyarakat setempat mencari bahan makanan di lingkungan sekitar untuk mengisi energi agar bisa menjalani hari.  Fungsi dari karya batik motif Sayur Lompong ini adalah bahan sandang yang difungsikan sebagai bahan untuk kemeja atau dress. Batik Motif Sa

Hari Kesehatan Mental Dunia : Art Therapy di Masa Pandemi

Selamat Hari Kesehatan Mental Sedunia. Menjaga kesehatan mental dan fisik sekaligus di masa Pandemi dirasa cukup menantang dari hari-hari sebelumnya. Sayangi dirimu,  buat senang,  dan selamat membaca. Semoga bermanfaat, lebih tenang dan senang. Fenomena munculnya Pandemi Covid-19 sejak Desember 2019 lalu membuat panik di seluruh masyarakat dunia. Di Indonesia mulai mewabah sejak Maret 2020, berbagai kebijakan telah diputuskan untuk mencegah penyebaran pandemi ini. Mulai dari kebijakan bekerja dari rumah (WFH), Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan sampai saat ini sekolah dan universitas masih tidak bisa menerima siswa untuk belajar di kelas. Bisa dikatakan berkegiatan di rumah saja adalah tindak terbaik untuk saat ini, jika memungkinkan harus keluar rumah baiknya mengikuti protokol kesehatan. Pandemi Covid-19 bukan hanya mengancam kesehatan fisik tetapi juga mengancam kesehatan mental. Bagaimana tidak, masyarakat lebih cemas dari biasanya. Cemas akan hidup mereka s